Wednesday, November 27, 2013

RINDU DAN KENYATAAN


“Ya allah, aku kaela Rufi menunggu bunda untuk ramadhan kali ini.” Itulah doa yang selalu aku minta setiap ramadhan datang.

*** Sejak usiaku lima tahun aku selalu menunggu bunda. Datang untukku. Untuk ayah. Setiap senja tiba. Ketika matahari mengucapkan salam perpisahan. Dan saat aku membuka pintu. Dibulan ramadhan seperti yang bunda janjikan. Meski ayah telah berulang kali mengatakan bahwa bunda telah tiada. Namun aku hanya akan menangis mendengar semua itu. Setelahnya ayah membiarkanku menulis surat.

*** Kutulis kerinduanku disebuah kertas putih untuk setiap penantianku terhadap bunda ketika ramadhan tiba. Hampir setiap minggu kukirim surat itu. Seperti tahun-tahun sebelumnya dengan alamat yang sama ku kirim surat itu kekantor pos tak jauh dari rumahku. Pak pos yang biasa menerima suratku selalu menatapku dengan tatapan penuh luka. Entahlah aku tak mengerti.

***Lagi-lagi sosok itu  muncul. Lima tahun sudah. Ia selalu ada. Menatapku dari seberang jalan. Mengamatiku.Tatapannya aneh. Aku tak peduli. Karena aku tak pernah mengenalnya. Tapi kali ini pria itu menghampiriku. “Alamat yang kau tulis itu sama dengan alamat rumahmu,” katanya tiba-tiba. “Maksudmu?” kataku panasaran. “ Kecelakaan itu. Lima tahun lalu. Apa kau tak mengingatnya?” ujarnya menambahkan. Aku tak menjawab sampai dia berlalu pergi. Mencoba mengingat apa yang dia katakan tadi. Kecelakaan lima tahun lalu. Tapi aku tak mengingat apapun. Siapa sebenarnya pria itu? Mengapa ia mengatakan hal itu? Mungkinkah ia tahu dimana bunda sekarang? Karena itukah ia terus mengamatiku? Itulah yang menjadi pertanyaanku sampai aku tiba dirumah. 

*** “Ini surat balasan yang kau tunggu sekian tahun,” kata ayah. Betapa terkejutnya aku saat itu. Benarkah bunda membalas suratku. Tanpa ragu kubuka  surat bersampul pink itu.

Dear Kaela Rufi,

Bunda mencintaimu. Bunda menyesal membuatmu menunggu. Maafkan bunda sayang. Jangan lagi menunggu bunda. Kita tak  lagi didunia yang sama. Bunda tak bisa kembali untukmu. Juga untuk ayah. Cukup sampai disini.

Pelukku untuk Kaela Rufi

Seluruh tubuhku gemetar. Diam tanpa suara. Masih sibuk merangkai serpihan-serpihan hatiku yang telah hancur. Menerima kenyataan. Hanya tangis yang ada kini. Ayah memelukku erat. Mencoba menenangkanku.

*** Kulihat alamat itu. Alamat yang bunda tulis dibuku hariannya sebelum ia meninggal. Benar saja apa yang dikatakan pria itu. Aku memiliki alamat yang sama dengan alamat surat yang kutulis untuk bunda. Aku tersadar saat itu. Selama ini aku hanya berfantasy. Kutipan kerinduan itu hampir saja membuatku menjadi orang lain. Aku membiarkan ayah seorang diri. Membiarkan ayah menyaksikan kesedihanku setiap harinya.

***Aku Kaela Rufi. Mungkin terkunci dalam bayang-bayang kematian bunda. Membiarkan ayah menangis setiap malam karena keadaanku. Aku menyesal untuk semua itu.“Bunda, aku takkan menunggumu lagi. Karena ayah membutuhkanku. Sampai bertemu disurga nanti.” Rangkaian kata terakhir yang kutulis dalam surat yang kemudian kukirim kekantor pos yang sama. Tapi kali ini dengan alamat yang berbeda. “surga”. ***“Ya allah, maafkan aku karena tak dapat menerima takdir yang engkau buat untuk bunda…” kataku dalam hati. Hari ini sosoknya tak nampak diseberang jalan saat kukirim surat terakhirku. Pria yang membuatku sadar akan kenyataan. Mungkin dia malaikat yang allah kirim untukku. Untuk mengatakan agar aku tak lagi menunggu bunda datang. Agar aku tak lagi menulis surat ketika ramadhan tiba. Sampai saat ini aku belum dapat mengingat kecelakaan lima tahun lalu. Siapa yang mengirimiku surat balasan itu. Dan siapa sebenarnya pria misterius itu …


READ MORE... RINDU DAN KENYATAAN

Sunday, March 31, 2013

MALAM, RUMI, LANGIT, DAN HUJAN


 












Selalu saja ada dalam dirinya. Duka itu. Dia. Gadis kecil itu. Kehidupan barunya dengan ayah dan adik tirinya. Membuat luka didalam dirinya. Dihatinya. Tersembunyi tak ada yang mengetahuinya. Sang mama pun tidak.

Darinya tampak guratan duka yang mendalam. Selalu tertegun kala malam tiba. Sendiri. Di bawah cahaya malam. Tidak ada air mata yang jatuh membasahi pipi. Sorot matanya penuh luka.
“Aku rumi. Aku ingin hujan turun malam ini.” Itulah kata-kata yang selalu ia katakan saat semua orang terlelap.

***Ini bermula saat rumi memulai kehidupan barunya. Mama rumi baru saja menikah. Untuk yang pertama kalinya setelah kepergian sang papa lima tahun lalu.

Awalnya bahagia. Tapi enam bulan berjalan. Semua tak terkendali. Adik tiri rumi tak menyukainya. Ayah  barunya pun selalu saja memarahinya. Ia tak tahan. Suatu hari rumi melawan sang ayah. Tapi mama malah membentaknya.

Rumi ingin keluar dari rumah itu. Dari ketidaksukaannya terhadap ayah dan adik tirinya. Tapi bagaimana dengan mama. Ia tak ingin meninggalkannya sendiri. Rumi sangat menyayangi sang mama. Tak ingin membuat mama sedih. Oleh karena itu  ia selalu menahan tangisnya. Tak berani mengatakan apa yang dia rasakan. Kesedihan dan dukanya selalu ia simpan. Dalam hatinya.

***Malam iba pada rumi. Tak tega padanya yang selalu menyimpan duka dan kesedihannya sendiri.  “Aku mencari hujan. Karena itu aku menunggu,” kata malam. Dari balik pintu `langit tersenyum. “ Kau seperti gadis kecil yang terpisah dari sang papa ?” ujar langit meledek

“Kau…, ” kata malam kesal

“ Mengapa hanya langit yang dapat bertemu hujan. Aku “malam” juga butuh hujan. Sehari saja !. Itu cukup untukku, “ kata malam mengomel.

“Cepatlah pergi.., ” kata langit meminta

“Aku datang mencari hujan untuk seorang gadis kecil. Ini ramadhan pertamanya tanpa sang mama, “ kata malam menjelaskan

 “Aku ingin memberikan gadis kecil itu sebuah kebaikan. Karena ia selalu menangis saat aku datang, “ kata malam

“Siapa gadis kecil itu ? ” teriak langit dari balik pintu.

“Rumi, ” ujar malam.

“Rumi ?” kata langit mengulang ucapan malam.

“Aku Juga selalu mendengar ia menangis. Sekarang hujan ada ditempat biasa ia beristirahat. Kau bisa mencarinya disana, “ kata langit menambahkan. Langsung saja malam menuju tempat dimana hujan berada.

Langit malam bersatu bersama hujan. Membantu sang gadis kecil. Megeluarkan duka dan kesedihan rumi selama ini.

*** Cahaya malam tertutupi oleh mendung. Bintang-bintang memilih untuk bersembunyi. Rintik-rintik hujan mulai terasa. Semakin lama semakin deras. Ada suara indah yang terbentuk dari tetesan hujan yang jatuh kebumi.

Rumi yang tengah terlelap dalam tidurnya, terbangun karena suara hujan. Dibukanya jendela kamar. Sambil memandang kearah langit, ia mengangkat kedua tangannya. Tak ada suara darinya. Kali ini hanya rumi dan allah yang mengetahui doa apa yang rumi minta.
Suara tangisnya tiba-tiba pecah. Dia menumpahkan semua dukanya malam ini.  Suara tangisnnya bersatu bersama derasnya hujan yang jatuh kebumi. Langit, malam, juga hujan ikut menangis bersamanya. Ia kisah penuh duka.

Tak ingin ada yang terluka gadis kecil ini menyembunyikan tangis dan dukanya. Juga kerinduannya akan sang mama.

**Sang fajar mulai nampak. Awan cerah sudah bersiap-siap untuk memulai harinya. Tapi langit tiba-tiba saja dipenuhi kabut. Awan mendung menyelimutinya.

Ada suara tangis yang terdengar. Dari bumi tempat manusia menjalani kehidupannya. Langit bertanya pada awan. Apa yang terjadi ? mengapa mereka menangis ? mengapa mereka, manusia itu diselimuti duka.

“Ada yang pergi. ada yang dipanggil oleh allah yang maha memiliki kehidupan, “ kata awan lirih.

“Siapa ? “ tanya langit penasaran.

“Gadis kecil yang selalu berduka. Rumi namanya ?” ujar awan prihatin.

Langit tak percaya. Ternyata gadis kecil telah pergi. Langit pun mengabarkan malam setelahnya. Saat matahari mulai tenggelam.

Malam tertegun. Air matanya mengalir begitu saja. ”Mungkinkah gadis kecil itu meminta allah untuk mengambil seluruh nafas yang ia miliki saat ia berdoa tadi malam ?,” katanya tak percaya.

^_^ Terima Kasih

READ MORE... MALAM, RUMI, LANGIT, DAN HUJAN